Sabtu, 08 Agustus 2009

Kepiawaian Si Burung Merak

Sastrawan WS Rendra meninggal dunia di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis 6 Agustus 2009 pukul 22.10. Ia menderita penyakit jantung koroner. Dimakamkan setelah shalat Jumat 7 Agustus 2009 di TPU Bengkel Teater Rendra, Cipayung, Citayam, Depok.



Sebelumnya, ia dirawat di Rumah Sakit Cinere sejak 25 Juni. Namun, karena kondisinya tak kunjung membaik, Rendra lalu dirujuk dirawat di RS Harapan Kita di Jakarta Barat, sebelum akhirnya ke RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading.



Meski usianya 70-an tahun, kepak sayap si penyair berjuluk "Si Burung Merak" ini masih kuat dan tangkas. Suaranya masih lantang dan sangatlah mahir memainkan irama serta tempo. Kepiawaian pendiri Bengkel Teater, Yogyakarta, ini membacakan sajak serta melakonkan seseorang tokoh dalam dramanya membuatnya menjadi seorang bintang panggung yang dikenal oleh seluruh anak negeri hingga ke mancanegara.

WS Rendra mencurahkan sebagian besar hidupnya dalam dunia sastra dan teater. Menggubah sajak maupun membacakannya, menulis naskah drama sekaligus melakoninya sendiri, dikuasainya dengan sangat matang. Sajak, puisi, maupun drama hasil karyanya sudah melegenda di kalangan pecinta seni sastra dan teater di dalam negeri, bahkan di luar negeri.

Menekuni dunia sastra baginya memang bukanlah sesuatu yang kebetulan namun sudah menjadi cita-cita dan niatnya sejak dini. Hal tersebut dibuktikan ketika ia bertekad masuk ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada selepas menamatkan sekolahnya di SMA St.Josef, Solo. Setelah mendapat gelar Sarjana Muda, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di American Academy of Dramatical Art, New York, USA.

Sejak kuliah di Universitas Gajah Mada tersebut, ia telah giat menulis cerpen dan essei di berbagai majalah seperti Mimbar Indonesia, Siasat, Kisah, Basis, Budaya Jaya. Di kemudian hari ia juga menulis puisi dan naskah drama. Sebelum berangkat ke Amerika, ia telah banyak menulis sajak maupun drama di antaranya, kumpulan sajak Balada Orang-orang Tercinta serta Empat Kumpulan Sajak yang sangat digemari pembaca pada jaman tersebut. Bahkan salah satu drama hasil karyanya yang berjudul Orang-orang di Tikungan Jalan (1954) berhasil mendapat penghargaan/hadiah dari Departemen P & K Yogyakarta.

Sekembalinya dari Amerika pada tahun 1967, pria tinggi besar berambut gondrong dengan suara khas ini mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Memimpin Bengkel Teater, menulis naskah, menyutradarai, dan memerankannya, dilakukannya dengan sangat baik.

Karya-karyanya yang berbau protes pada masa aksi para mahasiswa sangat aktif di tahun 1978, membuat pria bernama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra, ini pernah ditahan oleh pemerintah berkuasa saat itu. Demikian juga pementasannya, ketika itu tidak jarang dilarang dipentaskan. Seperti dramanya yang terkenal berjudul SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor dilarang untuk dipentaskan di Taman Ismail Marzuki.

Di samping karya berbau protes, dramawan kelahiran Solo, Nopember 1953, ini juga sering menulis karya sastra yang menyuarakan kehidupan kelas bawah seperti puisinya yang berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta dan puisi Pesan Pencopet Kepada Pacarnya.

Banyak lagi karya-karyanya yang sangat terkenal, seperti Blues untuk Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak. Bahkan di antara sajak-sajaknya ada yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris seperti Rendra: Ballads and Blues: Poems oleh Oxford University Press pada tahun 1974. Demikian juga naskah drama karyanya banyak yang telah dipentaskan, seperti Oedipus Rex, Kasidah Barzanji, Perang Troya Tidak Akan Meletus, dan lain sebagainya.

Sajaknya yang berjudul Mencari Bapak, pernah dibacakannya pada acara Peringatan Hari Ulang Tahun ke 118 Mahatma Gandhi pada tanggal 2 Oktober 1987, di depan para undangan The Gandhi Memorial International School Jakarta. Ketika itu penampilannya mendapat perhatian dan sambutan yang sangat hangat dari para undangan. Demikianlah salah satu contohnya ia secara langsung telah berjasa memperkenalkan sastra Indonesia ke mata dunia internasional.

Beberapa waktu lalu, ia turut serta dalam acara penutupan Festival Ampel Internasional 2004 yang berlangsung di halaman Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 22 Juli 2004. Dalam acara itu, ia menyuguhkan dua puisi balada yang berkisah tentang penderitaan wanita di daerah konflik berjudul Jangan Takut Ibu dan kegalauan penyair terhadap sistem demokrasi dan pemerintahan Indonesia. Pada kesempatan tersebut, lelaki yang akrab dipanggil Willy ini didampingi pengusaha Setiawan Djody membacakan puisi berjudul Menang karya Susilo Bambang Yudhoyono.

Prestasinya di dunia sastra dan drama selama ini juga telah ditunjukkan lewat banyaknya penghargaan yang telah diterimanya, seperti Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional pada tahun 1957, Anugerah Seni dari Departemen P & K pada tahun 1969, Hadiah Seni dari Akademi Jakarta pada tahun 1975, dan lain sebagainya.

Menyinggung mengenai teori harmoni berkeseniannya, ia mengatakan bahwa mise en scene tak lebih sebagai elemen lain yang tidak bisa berdiri sendiri, dalam arti ia masih terikat oleh kepentingan harmoni dalam pertemuannya dengan elemen-elemen lain. Lebih jelasnya ia mengatakan, bahwa ia tidak memiliki kredo seni, yang ada adalah kredo kehidupan yaitu kredo yang berdasarkan filsafat keseniannya yang mengabdi kepada kebebasan, kejujuran dan harmoni.

Itulah Rendra, si bintang panggung yang selalu memukau para penontonnya setiap kali membaca sajaknya maupun melakoni dramanya.

Senin, 30 Maret 2009

deMi cinTa

maAf kU teLah mEnYakitiMu
kU teLah kEcEwaKanmU
baHkAn ku siA-siAkAn hiDupKu
dAn ku bAwa kAu sEpeRti diRikU

wALau haTi iNi tRus mEnan9is
mENaHan keSakiTan iNi
taPi ku laKukAn seMua deMi cinTa

akHirnYa jUGa haRus ku RelaKan
keHilan9aN ciNTa seJaTiku
se9aLanYa telaH ku beRiKan
ju9a seMua keKuRan9ankU

jiKa meMaNg iNi yAng tErbaiK
uNTuk diRikU daN diRiNya
kaN ku teRiMa semUa deMi cINta

juJuR aKu taK kuAsa
sAat teRakHiR Ku gEng9aM taN9aNmU
nAmuN yaNg paSti tErjaDi
kiTa mUn9kiN taK beRsana la9i

biLa nAnti eS0k haRi
kU tEmuKan diRimU baHa9iA
ijiNkAn akU tiTiPkaN
kiSaH ciNTa kiTa sELaManYa

Senin, 19 Januari 2009

Selasa, 02 Desember 2008

Zikir

alif, alif, alif!
alifmu pedang di tanganku
susuk di dagingku, kompas di hatiku
alifmu tegak jadi cagak, meliut jadi belut
hilang jadi angan, tinggal bekas menetaskan
                    terang
                    hingga aku
                    berkesiur
                    pada
                    angin kecil
                    takdir-Mu
hompimpah hidupku, hompimpah matiku
hompimpah nasibku, hompimpah, hompimpah,
hompimpah!
kugali hatiku dengan linggis alifmu
hingga lahir mata air, jadi sumur, jadi sungai,
jadi laut, jadi samudra dengan sejuta gelombang
mengerang menyebut alifmu
alif, alif, alif!

alifmu yang satu
tegak di mana-mana

Kamis, 27 November 2008

Hati Buta Atau Dunia Hampa

Bumi berputar mengilingi matahari, bulan berputar mengelilingi bumi, hingga waktu terus bergulir tak pernah henti
Tiap detik, tiap menit, tiap jam, tiap hari, bulan dan tahun tak pernah dan takkan pernah terhitung kelalaian yang tercipta, kasalahan yang diperbuat, dan dosa yang tercatat malaikat
Kelalaian yang tercipta karena terpesona oleh waktu
Kesalahan yang diperbuat karena kecerobohan diri dan dosa yang tercatatat karena terbuai bisikan sekutu

Ketika terlahir kedunia yang begitu indah, meski belum terlihat oleh mata
Kilauan air mata bak mutiara terpancar kehangatan, membasahi pipi
Senyuman manis memberikan sejuta harapan, belaian kasih sayang terkuak sudah, kala terdengar tangisan pertama
Meski terus menerus membuat hati gundah

Ketika mata telah benar – benar menyaksikan keagungan sang pencipta, ketika kaki mulai berpijak ke bumi dan kemudian berlari
Menikmati milikmu ya Allah. Diri yang tercipta hanya untuk mengabdi kepada Mu, hati yang merasa hanya jalan penghubung antara aku dan kau, merasakan ayat – ayat yang terucap oleh Mu
Jalankan perintah sesuai Rosul-Mu

Namun, hati yang merasa buta karena diri yang terbuai waktu, yang berikan sejuta bisikan kebohongan, kesombongan dan keangkuhan seperti diri tak kenal Engkau
Seperti diri tak kenal tujuan hidup, diri yang kemudian lalai membuat hati lupakan keagungan Engkau
Waktu terbuang tanpa amal atau bekal diri menuju tempat terindahmu

Semua yang tercipta oleh Mu membuat semua mata berlinang, hingga lupa akan tugas, kewajiban untuk mengabdi kepada-Mu
Mata yang selalu disajikan keindahan membuat hati beku, buta, hampa, dan mati rasa
Tinggalkan ayat – ayat mu dalam selimut debu, lupakan perintah tanpa sadar, akan azab dan peringatan yang kau beri
Hati yang buta sudah terasa kini dalam diri, membuat jauh dari engkau, membuat setiap waktu menjadi suatu kesalahan, tak tahu apa guna waktu tercipta
Lisan yang tajam mencabik diri dengan ucapan untuk berputus asa, dan dosa yang tercatatat sudah, membuat diri menjadi bahan bakar neraka

Diri yang tak berguna membuat dunia hampa, gelap gulita tanpa cahaya, penerang jalan untuk perbaiki dosa untuk mempersembahkan kembali ibadah terindah
Akan kah dosa yang menggunung, yang tercatat tertutupi amal – amal yang akan membawa ke surga-Mu
Akankah taubat diri yang berlumur dosa akan diterima dan diampuni, menjadikan diri kembali suci tanpa ada rasa buta di mata, tanpa ada rasa hampa didunia.

Senin, 24 November 2008

Tangisan Cinta

Lorong-lorong ini kutempuh dengan kesabaran
seekor burung menafsirkan pergantian musim
Suaramu yang tegas menghilang di balik hutan
ketika hari menua dan gelap kian nyata
Aku terlunta bertahun-tahun
Tubuhku mengepulkan keperihan dari luka detak jantung

Aku kini wanita yang gairah menyurukkan kening
di pasir hingga tumbuh rerumputan dari kehangatan air mata
Tangisan ini kupersembahkan sebagai kurban
untuk merangkai tangga ke istanamu
Dan karena air mata begitu cepat mengering
telah kubenamkan kedua kaki di lautanmu
Bukti bahwa aku tak akan pernah keselesaikan tangisankku

Sajak Palsu

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan sapaan palsu
Lalu merekapun belajar sejarah palsu dari buku-buku palsu
Di akhir sekolah, mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu
Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkan amplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu
Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru
Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli uhkum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu
Sebagian menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu.
Dengan gairah tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu
Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan berbagai barang kelontong kualitas palsu
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus dan hadiah-hadiah palsu, tapi diam-diam meminjam juga pinjaman dengan ijin surat palsu kepada bank negri yang dijaga pejabat-pejabat palsu
Masyarakatpun berniaga dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu
Maka uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam nasib buruk palsu
Lalu orang-orang palsu meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan gagasan-gagasan palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu meyambut tibanya demokrasi yang berkibar-kibar begitu nyaring dan palsu.